Minggu, 27 Januari 2019

Kebijakan- kebijakan Era Reformasi

Pembuka 


  Setelah masa orde baru berakhir, Indonesia memasuki era baru, Reformasi. Tentu di setiap era yang dipimpin masing- masing presiden memiliki kebijakannya masing-masing, apa saja kebijakan tersebut ? Cekidott gan ! 

1. Pemerintahan BJ. Habibie
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk memperbaiki perekonomian Indonesia antaranya :
• Merekapitulasi perbankan
• Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
• Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
• Manaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-
• Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang di syaratkan oleh IMF.
 Sedangkan untuk bidang politik :
a) Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai politik
b) Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri Bintang Pamungkas dan Mochtar Pakpahan
c) Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen
d) Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu :
(1) UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
(2) UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
(3) UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk DPR/MPR
e) Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :
(1) Tap MPR No. VIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentangReferendum
(2) Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai azas tunggal
(3) Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki hak-hak dan Kebijakan di luar batas perundang-undangan
(4) Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode
2. Abdurrahman Wahid ( Gus Dur)
Pada tanggal 20 Oktober 1999, MPR berhasil memilih Presiden Republik Indonesia yang ke-4 yaitu KH. Abdurrahman Wahid dengan wakilnya Megawati Soekarnoputri.

Pembaharuan yang dilakukan pada masa Pemerintahan Gus Dur adalah :
1) Membentuk Kabinet Kerja
Untuk mendukung tugas dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari, Gus Dur membentuk kabinet kerja yang diberi nama Kabinet Persatuan Nasional yang anggotanya diambil dari perwakilan masing-masing partai politik yang dilantik pada tanggal b28 Oktober 1999. Di dalam Kabinet Persatuan Nasional terdapat dua departemen yang dihapuskan, yaitu Departemen Sosial dan Departemen Penerangan.
2) Bidang Ekonomi
Untuk mengatasi krisis moneter dan memperbaiki ekonomi Indonesia, dibentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang bertugas untuk memecahkan perbaikan ekonomi Indonesia yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dewan Ekonomi nasional diketuai oleh Prof. Dr. Emil Salim, wakilnya Subiyakto Tjakrawerdaya dan sekretarisnya Dr. Sri Mulyani Indraswari.
3) Bidang Budaya dan Sosial
Untuk mengatasi masalah disintegrasi dan konflik antarumat beragama, Gus Dur memberikan kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Hak itu dibuktikan dengan adanya beberapa keputusan presiden yang dikeluarkan, yaitu :
a) Keputusan Presiden No. 6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu. Etnis Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No. 6 dapat memiliki kebebasan dalam menganut agama maupun menggelar budayanya secara terbuka seperti misalnya pertunjukan Barongsai.
b) Menetapkan Tahun Baru Cina (IMLEK) sebagai hari besar agama, sehingga menjadi hari libur nasional.
Disamping pembaharuan-pembaharuan di atas, Gus Dur juga mengeluarkan berbagai kebijakan yang dinilai Kontroversial dengan MPR dan DPR, yang dianggap berjalan sendiri, tanpa mau menaati aturan ketatanegaraan, melainkan diselesaikan sendiri berdasarkan pendapat kerabat dekatnya, bukan menurut aturan konstitusi negara. Kebijakan-kebijakan yang menimbulkan kontroversial dari berbagai kalangan yaitu :
1) Pencopotan Kapolri Jenderal Polisi Roesmanhadi yang dianggap Orde Baru.
2) Pencopotan Kapuspen Hankam Mayjen TNI Sudradjat, yang dilatarbelakangi oleh adanya pernyataan bahwa Presiden bukan merupakan Panglima Tinggi.
3) Pencopotan Wiranto sebagai Menkopolkam, yang dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak harmonis dengan Gus Dur.
4) Mengeluarkan pengumuman tentang menteri Kabinet Pembangunan Nasional yang terlibat KKN sehingga mempengaruhi kinerja kabinet menjadi merosot.
5) Gus Dur menyetujui nama Irian Jaya berubah menjadi Papua dan mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora.
Puncak jatuhnya Gus dur dari kursi kepresidenan ditandai oleh adanya Skandal Brunei Gate dan Bulog Gate yang menyebabkan ia terlibat dalam kasus korupsi, maka pada tanggal 1 Februari 2006 DPR-RI mengeluarkan memorandum yang pertama sedangkan memorandum yang kedua dikeluarkan pada tanggal 30 Aril 2001. Gus Dur menanggapi memorandum tersebut dengan mengeluarkan maklumat atau yang biasa disebut Dekrit Presiden yang berisi antara lain :
1) Membekukan MPR / DPR-RI
2) Mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk pemilu dalam waktu satu tahun.
3) Membubarkan Partai Golkar karena dianggap warisan orde baru
Dalam kenyataan, Dekrit tersebut tidk dapat dilaksanakan karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuaran hokum, maka MPR segera mengadakan Sidang Istimewa pada tanggal 23 Juli 2001 dan Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Presiden RI menggantikan Gus Dur berdasarkan Tap MPR No. 3 tahun 2001 dengan wakilnya Hamzah Haz.
3. Megawa Soekarnoputri
Presiden Megawati Soekarno Puteri dilantik menjadi Presiden RI pada tanggal 23 Juli 2001, yang merupakan presiden pertama wanita di Indonesia. Ia merupakan presiden pertama peletak dasar ke arah kehidupan demokrasi. Pembaharuan yang dilakukan sebagian besar di bidang ekonomi dan politik, sebab pada pemerintahannya, masalah yang dihadapi kebanyakan merupakan warisan pemerintahan Orde Baru yaitu masalah krisis ekonomi dan penegakan hukum. Ada beberapa perubahan yang dilakukan Megawati yaitu :
1) Bidang Ekonomi
Untuk mengatasi masalah ekonomi yang tidak stabil, ada beberapa kebijakan yang dikeluarkan Megawati yaitu :
a) Untuk mengatasi utang luar negeri sebesar 150,80 milyar US$ yang merupakan warisan Orde baru, dikeluarkan kebijakan yang berupa penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar, sehingga hutang luar negeri dapat berkurang US$ 34,66 milyar.
b) Untuk mengatasi krisis moneter, Megawati berhasil menaikkan pendapatan per kapita sebesar US$ 930.
c) Kurs mata uang rupiah dapat diturunkan menjadi Rp 8.500,00.
d) Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menekan nilai inflasi, dikeluarkan kebijakan yang berupa privatisasi terhadap BUMN dengan melakukan penjualan saham Indosat sehingga hutang luar negeri dapat berkurang.
e) Memperbaiki kinerja ekspor, sehingga ekspor di Indonesia dapat ditingkatkan.
f) Untuk mengatasi korupsi, dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

2) Bidang Politik

a) Mengadakan pemilu yang bersifat demokratis yang dilaksanakan tahun 2004 dan melalui dua periode yaitu :
1. Periode pertama untuk memilih anggota legislatif secara langsung.
2. Periode kedua untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.
Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan secara langsung artinya rakyat langsung memilih pilihannya.
b) Pemerintahan Megawati berakhir setelah hasil pemilu 2004 menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai pemenang. Hal ini merupakan babak baru pemerintahan di Indonesia dimana Presiden dan Wakil Presiden terpilih dipilih langsung oleh rakyat.

4. Susilo Bambang Yudhoyono

     a. Kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono di bidang ekonomi antara lain : 
  • Menekankan program ekonomi makro daripada program peningkatan ekspor secara spesifik.
  • Resep perbaikan iklim investasi, pembangunan insfrastruktur massal untuk menciptakan lapangan kerja baru.
  • Melanjutkan pertumbuhan ekonomi pada masa pemerintahan Megawati.
  • Indeks harga saham gabungan (IHSG) membumbung ke rekor 861.318. Kurs antara Rp.8.900,00 sampai Rp. 9.150,00 US $.
  • Mengandalkan pembangunan insfrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.
     b. Kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono di bidang politik antara lain : 

  • Pembentukan sekretaris gabungan
  • Mengupayakan geneva agreement
  • Melaksanakan Politik luar negeri 
   

Selasa, 13 November 2018

Kebijakan Pembangunan Masa Orde Baru

Kebijakan Pembangunan Orde Baru

    Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata kehidupan bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sejalan dengan tujuan tersebut maka ketika kondisi politik bangsa Indonesia mulai stabil untuk melaksanakan amanat masyarakat maka pemerintah mencanangkan pembangunan nasional yang diupayakan melalui Program Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang.

    Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui pembangunan lima tahun (Pelita) yang di dalamnya memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia. Pada masa ini pengertian pembangunan nasional adalah suatu rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

   Pembangunan nasional dilakukan untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

    Dalam usaha mewujudkan tujuan nasional maka Majelis Permusyawaratan Rakyat sejak tahun 1973-1978-1983-1988-1993 menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN). GBHN merupakan pola umum pembangunan nasional dengan rangkaian program-programnya yang kemudian dijabarkan dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita).

    Adapun Repelita yang berisi program-program kongkrit yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun, dalam repelita ini dimulai sejak tahun 1969 sebagai awal pelaksanaan pembangunan jangka pendek dan jangka panjang.

    Kemudian terkenal dengan konsep Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (1969-1994) menurut indikator saat itu pembangunan dianggap telah berhasil memajukan segenap aspek kehidupan bangsa dan telah meletakkan landasan yang cukup kuat bagi bangsa Indonesia untuk memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (1995-2020).

    Pemerintahan Orde Baru senantiasa berpedoman pada tiga konsep pembangunan nasional yang terkenal dengan sebutan Trilogi Pembangunan, yaitu:
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat;
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; dan
stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
    Konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi akibat pelaksanaan pembangunan tidak akan bermakna apabila tidak diimbangi dengan pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, sejak Pembangunan Lima Tahun Tahap III (1 April 1979-31 Maret 1984) maka pemerintahan Orde Baru menetapkan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:

1. pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang, dan perumahan;
2. pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan;
3. pemerataan pembagian pendapatan;
4. Pemerataan kesempatan kerja;
5. pemerataan kesempatan berusaha;
6. pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita;
7. pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air; dan
8. pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

a. Pertanian

   Sepanjang 1970-an hingga 1980-an dilakukan investasi besar-besaran untuk infrastruktur Pembangunan Lima Tahun (Repelita), swasembada pangan merupakan fokus tersendiri dalam rencana pembangunan yang dibuat oleh Soeharto.

   Pada Pelita I yang dicanangkan landasan awal pembangunan Pemerintahan Orde Baru, dititikberatkan pada pembangunan di sektor pertanian yang bertujuan mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan sektor pertanian.

    Tujuan Pelita I, meningkatkan taraf hidup rakyat melalui sektor pertanian yang ditopang oleh kekuatan koperasi dan sekaligus meletakkan dasar-dasar pembangunan dalam tahapan berikutnya. Soeharto membangun dan mengembangkan organisasi atau institusi yang akan menjalankan program-program tersebut.

   Pembangunan ditekankan pada penciptaan institusi pedesaan sebagai wahana pembangunan dengan membentuk Bimbingan Massal (Bimas) yang diperuntukkan meningkatkan produksi beras dan koperasi sebagai organisasi ekonomi masyarakat pedesaan.

    Sekaligus menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam menyalurkan sarana pengolahan dan pemasaran hasil produksi. Di sisi lain pemerintah juga menciptakan Badan Urusan Logistik (BULOG).

    Kemudian pemerintah melibatkan para petani melalui koperasi yang bertujuan memperbaiki produksi pangan nasional. Untuk itu kemudian pemerintah mengembangkan ekonomi pedesaan dengan menunjuk Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada dengan membentuk Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Maka lahirlah Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai bagian dari pembangunan nasional.

    Badan Usaha Unit Desa (BUUD)/KUD melakukan kegiatan pengadaan pangan untuk persediaan nasional yang diperluas dengan tugas menyalurkan sarana produksi pertanian (pupuk, benih dan obat-obatan).

    Soeharto juga mengembangkan institusi-institusi yang mendukung pertanian lainnya seperti institusi penelitian seperti BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) yang berkembang untuk menghasilkan inovasi untuk pengembangan pertanian yang pada masa Soeharto salah satu produknya yang cukup terkenal adalah Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW).

    Pemerintah Orde Baru membangun pabrik-pabrik pupuk untuk penyediaan pupuk bagi petani. Para petani diberi kemudahan memperoleh kredit bank untuk membeli pupuk. Pemasaran hasil panen mereka dijamin dengan kebijakan harga dasar dan pengadaan pangan.

    Diperkenalkan juga manajemen usaha tani, dimulai dari Panca Usaha Tani, Bimas, Operasi Khusus, dan Intensifikasi Khusus yang terbukti mampu meningkatkan produksi pangan, terutama beras. Saat itu, budi daya padi di Indonesia adalah yang terbaik di Asia.

   Pemerintah memfasilitasi ketersediaan benih unggul, pupuk, pestisida melalui subsidi yang terkontrol dengan baik. Pabrik pupuk yang dibangun antara lain adalah Petro Kimia Gresik di Gresik, Pupuk Sriwijaya di Palembang, dan Asean Aceh Fertilizer di Aceh. Jaringan irigasi teknis dibangun di berbagai daerah dan program pembibitan ditingkatkan.

   Di dalam Pelita I Pertanian dan Irigasi dimasukkan sebagai satu bab tersendiri dalam rincian rencana bidang-bidang. Di dalam rincian penjelasan dijelaskan bahwa tujuannya adalah untuk peningkatan produksi pangan terutama beras. Koperasi di pedesaan terus dipacu untuk meningkatkan produktivitasnya. Kebijakan terus mengalir guna menopang kegiatan di daerah pedesaan.

   BUUD yang semula hanya dilibatkan dalam program Bimbingan Massal (Bimas sektor pertanian pangan), kemudian ditingkatkan menjadi Koperasi Unit Desa (KUD) dengan tugas serta peranan yang terus dikembangkan.

    Instruksi Presiden (Inpres) No.4, Tahun 1973, Tentang Unit Desa dikeluarkan 5 Mei 1973, menjadi tonggak yuridis keberadaan KUD. Kebijakan tersebut dilanjutkan dengan Instruksi Presiden No. 4, Tahun 1973, yang membentuk Wilayah Unit Desa (Wilud), pada akhirnya menjadi Koperasi Unit Desa (KUD).

    Dari sinilah lahir Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), yang berada di bawah Departemen Pertanian. Para PPL memperkenalkan dan menyebarluaskan teknologi pertanian kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan. Pemerintah menempatkan para penyuluh pertanian di tingkat desa dan kelompok petani.

    Selain program penyuluhan, kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca, pemirsa), juga menjadi salah satu program pembangunan pertanian Orde Baru yang khas. Kelompecapir merupakan wadah temu wicara langsung antara petani, nelayan, dan peternak dengan sesama petani, penyuluh, menteri atau bahkan dengan Presiden Soeharto.

  Kelompencapir juga menyelenggarakan kompetisi cerdas cermat pertanian yang diikuti oleh para petani berprestasi dari berbagai daerah sampai tingkat pusat.

   Kelompencapir merupakan program Orde Baru di bidang pertanian yang dijalankan oleh Departemen Penerangan. Kelompencapir diresmikan pada 18 Juni 1984, dengan keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia No.110/Kep/Menpen/1984.

  Di wilayah karangduren, segala macam komoditas disetorkan ke KUD yang letaknya di depan pom bensin karangduren. Komoditas yang disetorkan biasanya meliputi tanaman palawija (jagung, dll) dan beras. Dan biasanya dapat ditemukan berbagai jenis buah pisang yang ditanam di wilayah sekitar tersebut dapat tumbuh subur.

b. Pendidikan

   Pada masa kepemimpinan Soeharto pembangunan pendidikan mengalami kemajuan yang sangat penting. Ada tiga hal yang patut dicatat dalam bidang pendidikan masa Orde Baru adalah pembangunan Sekolah Dasar Inpres (SD Inpres), program wajib belajar dan pembentukan kelompok belajar atau kejar.

   Semuanya itu bertujuan untuk memperluas kesempatan belajar, terutama di pedesaan dan bagi daerah perkotaan yang penduduknya berpenghasilan rendah. Pada 1973, Soeharto mengeluarkan Inpres No 10/1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD.

    Pelaksanaan tahap pertama program SD Inpres adalah pembangunan 6.000 gedung SD yang masing-masing memiliki tiga ruang kelas. Dana pembangunan SD Inpres tersebut berasal dari hasil penjualan minyak bumi yang harganya naik sekitar 300 persen dari sebelumnya.

   Pada tahun-tahun awal pelaksanaan program pembangunan SD Inpres, hampir setiap tahun, ribuan gedung sekolah dibangun. Sebelum program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dilaksanakan, jumlah gedung SD yang tercatat pada tahun 1968 sebanyak 60.023 unit dan gedung SMP 5.897 unit.

   Pada awal Pelita VI, jumlah itu telah meningkat menjadi sekitar 150.000 gedung SD dan 20.000 gedung SMP. Pembangunan paling besar terjadi pada periode 1982/1983 ketika 22.600 gedung SD baru dibuat. Hingga periode 1993/1994 tercatat hampir 150.000 unit SD Inpres telah dibangun.

   Peningkatan jumlah sekolah dasar diikuti pula oleh peningkatan jumlah guru. Jumlah guru SD yang sebelumnya berjumlah sekitar ratusan ribu, pada awal tahun 1994 menjadi lebih dari satu juta guru. Satu juta lebih guru ditempatkan di sekolah-sekolah inpres tersebut.

   Lonjakan jumlah guru dari puluhan ribu menjadi ratusan ribu juga terjadi pada guru SMP. Total dana yang dikeluarkan untuk program ini hingga akhir Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I mencapai hampir Rp 6,5 triliun. Program wajib belajar pada era Soeharto mulai dilaksanakan pada 2 Mei 1984, di akhir Pelita (Pembangunan Lima Tahun) III.

   Dalam sambutannya peresmian wajib belajar saat itu, Soeharto menyatakan bahwa kebijakannya bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama dan adil kepada seluruh anak Indonesia berusia 7-12 tahun dalam menikmati pendidikan dasar.

   Program wajib belajar itu mewajibkan setiap anak usia 7-12 tahun untuk mendapatkan pendidikan dasar 6 tahun (SD). Program ini tidak murni seperti kebijakan wajib belajar yang memiliki unsur paksaan dan sanksi bagi yang tidak melaksankannya.

    Pemerintah hanya mengimbau orangtua agar memasukkan anaknya yang berusia 7-12 tahun ke sekolah. Negara bertanggung jawab terhadap penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan, seperti gedung sekolah, peralatan sekolah, di samping tenaga pengajarnya.

    Meski program wajib belajar tidak diikuti oleh kebijakan pembebasan biaya pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, pemerintah waktu itu beruapya mengatasinya melalui program beasiswa. Untuk itu, kemudian muncul program Gerakan Nasional-Orang Tua Asuh (GN-OTA).

    Dalamalam upaya memperkuat pelaksanaan GN-OTA, diterbitkanlah Surat Keputusan Bersama Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Agama Nomor 34/HUK/1996, Nomor 88 Tahun 1996, Nomor 0129/U/1996, Nomor 195 Tahun 1996 tentang Bantuan terhadap Anak Kurang Mampu, Anak Cacat, dan Anak yang Bertempat Tinggal di Daerah Terpencil dalam rangka Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.

    Keberhasilan program wajib belajar 6 tahun ditandai dengan kenaikan angka partisipasi sekolah dasar (SD) sebesar 1,4 persen. Angka partisipasi SD menjadi 89,91 persen di akhir Pelita IV. Kenaikan angka partisipasi itu menambah kuat niat pemerintah untuk memperluas kelompok usia anak yang ikut program wajib belajar selanjutnya, menjadi 7-15 tahun, atau menyelesaikan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

   Kenaikantahun kemudian, program wajar berhasil ditingkatkan menjadi 9 tahun, yang berarti anak Indonesia harus mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP. Upaya pelaksanaan wajib belajar 9 tahun pada kelompok usia 7-15 tahun mulai diresmikan pada Pencanangan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada 2 Mei 1994. Kebijakan ini diperkuat dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 1 Tahun 1994.

    Program wajib belajar telah meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia saat itu. Fokus utama ketika itu adalah peningkatan angka-angka indikator kualitas pendidikan dasar. Fokus pembangunan pendidikan saat itu, yaitu peningkatan secara kuantitatif, baru kemudian memerhatikan
kualitas atau mutu pendidikan.

   Setelah perluasan kesempatan belajar untuk anak-anak usia sekolah, sasaran perbaikan bidang pendidikan selanjutnya adalah pemberantasan buta aksara. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa masih banyak penduduk yang buta huruf.

  Dalam upaya meningkatkan angka melek huruf, pemerintahan Orde Baru mencanangkan penuntasan buta huruf pada 16 Agustus 1978. Cara yang ditempuh adalah dengan pembentukan kelompok belajar atau ”kejar”.

   Kejar merupakan program pengenalan huruf dan angka bagi kelompok masyarakat buta huruf yang berusia 10-45 tahun. Tutor atau pembimbing setiap kelompok adalah masyarakat yang telah dapat membaca, menulis dan berhitung dengan pendidikan minimal sekolah dasar. Jumlah peserta dan waktu pelaksanaan dalam setiap kejar disesuaikan dengan kondisi setiap tempat.

   Keberhasilan program kejar salah satunya terlihat dari angka statistik penduduk buta huruf yang menurun. Pada sensus tahun 1971, dari total jumlah penduduk 80 juta jiwa, Indonesia masih memiliki 39,1 persen penduduk usia 10 tahun ke atas yang berstatus buta huruf.

    Sepuluh tahun kemudian, menurut sensus tahun 1980, persentase itu menurun menjadi hanya 28,8 persen. Hingga sensus berikutnya tahun 1990, angkanya terus menyusut menjadi 15,9 persen.

c. Keluarga Berencana (KB)

   Pada masa Orde Baru dilaksanakan program untuk pengendalian pertumbuhan penduduk yang dikenal dengan Keluarga Berencana (KB). Pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah menurun drastis menjadi 1,6%.

   Pengendalian penduduk dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas rakyat Indonesia dan peningkatan kesejahteraannya. Keberhasilan ini dicapai melalui program KB yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

   Berbagai kampanye mengenai perlunya KB dilakukan oleh pemerintah, baik melalui media massa cetak maupun elektronik. Pada akhir tahun 1970-an sampai akhir tahun 1980-an di Televisi Republik Indonesia (TVRI) sering diisi oleh acara-acara mengenai pentingnya KB. Baik itu melalui berita atau acara hiburan seperti drama dan wayang orang “Ria Jenaka”.

   Di samping itu nyanyian mars “Keluarga Berencana” ditayangkan hampir setiap hari di TVRI. Selain di media massa, di papan iklan di pinggir-pinggir jalan pun banyak dipasang mengenai pesan pentingnya KB. Demikian pula dalam mata uang koin seratus rupiah dicantumkan mengenai KB.

   Hal itu menandakan bahwa Orde Baru sangat serius dalam melaksanakan program KB. Slogan yang muncul dalam kampanyekampanye KB adalah “dua anak cukup, laki perempuan sama saja”.

   Program KB di Indonesia, diawali dengan ditandatanganinya Deklarasi Kependudukan PBB pada tahun 1967 sehingga secara resmi Indonesia mengakui hak-hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran sebagai hak dasar manusia dan juga pentingnya pembatasan jumlah penduduk sebagai unsur perencanaan ekonomi dan sosial.

    Keberhasilan Indonesia dalam pengendalian jumlah penduduk dipuji oleh UNICEF, karena dinilai berhasil menekan tingkat kematian bayi dan telah melakukan berbagai upaya lainnya dalam rangka mensejahterakan kehidupan anak-anak di tanah air.

   Keberhasilann mengemukakan bahwa tindakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia itu hendaknya dijadikan contoh bagi negara-negara lain yang tingkat kematian bayinya masih tinggi.

  Program KB di Indonesia sebagai salah satu yang paling sukses di dunia, sehingga menarik perhatian dunia untuk mengikuti kesuksesan Indonesia. Pemerintah pun mengalokasikan sumber daya dan dana yang besar untuk program ini.

d. Kesehatan Masyarakat, Posyandu

   Perkembangan puskesmas bermula dari konsep Bandung Plan diperkenalkan oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah pada tahun 1951, Bandung Plan merupakan suatu konsep pelayanan yang menggabungkan antara pelayanan kuratif dan preventif. Tahun 1956 didirikanlah proyek Bekasi oleh dr. Y. Sulianti di Lemah Abang, yaitu model pelayanan kesehatan pedesaan dan pusat pelatihan tenaga.

   Kemudian didirikan Health Centre (HC) di 8 lokasi, yaitu di Indrapura (Sumut), Bojong Loa (Jabar), Salaman (Jateng), Mojosari (Jatim), Kesiman (Bali), Metro (Lampung), DIY dan Kalimantan Selatan.Pada 12 November 1962 Presiden Soekarno mencanangkan program pemberantasan malaria dan pada tanggal tersebut menjadi Hari Kesehatan Nasional (HKN).

   Konsep Bandung Plan terus dikembangkan, tahun 1967 diadakan seminar konsep Puskesmas. Pada tahun 1968 konsep Puskesmas ditetapkan dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional dengan disepakatinya bentuk Puskesmas yaitu Tipe A, B & C. Kegiatan Puskesmas saat itu dikenal dengan istilah ’Basic’.

  Ada Basic 7, Basic 13 Health Service yaitu : KIA, KB, Gizi Mas, Kesling, P3M, PKM, BP, PHN, UKS, UHG, UKJ, Lab, Pencatatan dan Pelaporan. Pada tahun 1969, Tipe Puskesmas menjadi A & B. Pada tahun 1977 Indonesia ikut menandatangi kesepakatan Visi :

 ”Health For All By The Year 2000”, di Alma Ata, negara bekas Federasi Uni Soviet, pengembangan dari konsep ”Primary Health Care”.

   Tahun 1979 Puskesmas tidak ada pen’tipe’an, dan dikembangkan piranti manajerial perencanaan dan penilaian Puskesmas yaitu ’ Micro Planning’ dan Stratifikasi Puskesmas.

  Pada tahun 1984 dikembangkan Posyandu, yaitu pengembangan dari pos penimbangan dan kurang gizi. Posyandu dengan 5 programnya yaitu, KIA, KB, Gizi, Penanggulangan Diare dan Imunisasi. Posyandu bukan saja untuk pelayanan balita tetapi juga untuk pelayanan ibu hamil.

   Bahkan pada waktu-waktu tertentu untuk promosi dan distribusi Vit.A, Fe, Garam Yodium, dan suplemen gizi lainnya. Bahkan Posyandu saat ini juga menjadi andalah kegiatan penggerakan masyarakat (mobilisasi sosial) seperti PIN, Campak, dan Vit A.

   Perkembangan puskesmas menampakan hasilnya pada era Orde Baru, salah satu indikatornya adalah semakin baiknya tingkat kesehatan. Pada sensus 1971 hanya ada satu dokter untuk melayani 20,9 ribu penduduk. Sensus 1980, menunjukkan bahwa satu tenaga dokter untuk 11,4 ribu penduduk.


Re; Apakah kebijakan-kebijakan tersebut sampai sekarang masih berjalan ?

  Tentu masih, contohnya ialah sekarang program wajib belajar dilaksanakan dari jenjang SD hingga sekolah menengah (pendidikan kurang lebih 12 tahun). Dan pada bidang ekonomi mulai mengalami peningkatan semenjak tahun 2015, mungkin sekarang nilai rupiah sedang melemah, dampak ini juga dirasakan berbagai kalangan. Namun lambat laun mulai meningkat. Pembangunan sarana prasarana juga sudah mulai nampak, seperti pembangunan tol dari Jakarta hingga Surabaya yang mulai selesai. Bahkan dampak pembangunan tol tersebut dirasakan saat mudik bulan Juni 2018 lalu. Namun apakah hanya dampak positif saja yang dapat dilihat ? Sekilas YAA, Namun ada juga sisi negatif dari pembangun orde baru
  Kita kembali ke masa orde baru, mungkin diatas dikatakan dampaknya sangat baik "hanya bagi mereka yang mampu".

"Bila ada yang mengatakan lebih enak masa orde baru, itu aneh. Justru akibat orde barulah kita semua sengsara saat ini,"

 Bisa dikatakan, pembangunan terutama disektor pendidikan kurang diperhatikan, terutama di wilayah luar ibukota, berikut kutipan masa orde baru menurut Hamzah haz :
 "Di luar Jawa, kondisinya lebih parah. Delapan puluh persen penduduk hanya tamatan SD," katanya dihadapan sekitar tiga ribuan massa dan simpatisan PPP. Sementara yang mengecap pendidikan sarjana, tak lebih dari lima persen.Dikatakannya, pada masa orde baru, pengusaha-pengusaha besar saja yang dapat berkembang. Mereka kemudian lari keluar negeri. "Pembangunan pun hanya tersentralisir di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Di luar daerah itu, semuanya ketinggalan," 

 Itulah tanggapan Hamzah mengenai orde baru, dan sampai sekarang dampak tersebut masih dirasakan walau tidak sebanyak waktu itu
  Dari kutipan diatas, kita dapat mengambil hikmah, kita harus berusaha keras untuk mendapatkan apa yang kita impikan, dan segala sesuatu yang kita jalankan di Indonesia harus berlandaskan pada Pancasila.
  

Minggu, 28 Oktober 2018

   




EKONOMI PADA DEMOKRASI TERMPIMPIN



 Demokrasi Terpimpin dibentuk Seokarno pasca adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dalam bidang ekonomi dipraktekkan ssstem ekonomi  Terpimpin, Presiden Soekarno secara langsung terjun dan mengatur perekonomian-perekonomian yang terpusat pada pemerintah pusat yang menjurus pada sistem ekonomi etatime menyebabkan menurunnya kegiatan ekonomi. Pada gilirannya keadaan perekonomian mengalami invlasi yang cukup parah. Pada akhir tahun 1965 inflasi telah mencapai 650 persen. Secara khusus sebab-sebab pokok kegagalan ekonomi terpilih adalah sebagai berikut :


Penanganan/penyelesaian masalah ekonomi yang tidak rasional

Ekonomi lebih bersifat politis dan tanpa terkendali

Defisit yang makin meningkat yang ditutup dengan mencetak mata uang sehingga menyebabkan inflasi

Tidak adanya suatu ukuran yang objektif dalam menilai suatu usaha/hasil orang lain

Struktur ekonomi cenderung bersifat etatisme[1].

Pembentukan Depernas dan Bappenas


    Sementara itu, garis-garis besar Pola Pembangunan Semesta Berencana Tahap 1 (1961 – 1969) yang telah disusun oleh Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan telah diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 1 Januari 1961. Depernas disusun di bawah Kabinet Karya pada tanggal 15 Agustus 1959 yang dipimpin oleh Mohammad Yamin dengan beranggotakan 80 orang.  Tugas dewan ini menyusun overall planning yang meliputi bidang ekonomi, kultural dan mental. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno memberikan pedoman kerja bagi Depernas yang tugas utamanya  memberikan isi kepada proklamasi melalui grand strategy, yaitu perencanaan overall dan hubungan pembangunan dengan demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin. Namun pada penerapannya tidak berhasil, Hal ini disebabkan antara lain sebagai berikut :


Rencana pembangunan kurang matang

Biaya pembangunan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri kurang memadai

Proyek-proyek yang sudah direncanakan sering diterlantarkan

Pembangunan lebih mengarah pada pembangunan yang bersifat Mercusuar[2]

Depernas pada tahun 1963 diganti dengan Badan Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno sendiri. Tugas Bappenas ialah menyusun rancangan pembangunan jangka panjang dan jangka pendek, baik nasional maupun daerah, serta mengawasi laporan pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan dan menilai Mandataris untuk MPRS.


Senaring


   Selain itu upaya pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah dengan cara melakukan senaring. Kebijakan  sanering[3] yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25 Agustus 1959 pukul 06.00 pagi. Peraturan ini bertujuan mengurangi banyaknya uang yang beredar untuk kepentingan perbaikan keuangan dan perekonomian negara. Untuk mencapai tujuan itu uang kertas pecahan Rp500 dan Rp1000 yang ada dalam peredaran pada saat berlakunya peraturan itu diturunkan nilainya menjadi Rp50 dan Rp100.  Kebijakan ini diikuti dengan kebijakan pembekuan sebagian simpanan pada bank-bank yang nilainya di atas Rp25.000 dengan  tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan keuangan kemudian diakhiri dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 6/1959 yang isi pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang lembaran Rp1000 dan Rp500 yang masih berlaku harus ditukar dengan uang kertas bank baru yang bernilai Rp100 dan Rp50 sebelum tanggal 1 Januari 1960.


Proyek Mercusuar 


    Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yg dpt menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.


Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yg diharapkan dpt menempatkan Indonesia pada kedudukan yg terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yg sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ), pendirian kompleks Olahraga Senayan serta MONAS (Monumen Nasional).




Deklarasi Ekonomi (Dekon)



   Deklarasi Ekonomi atau Dekan disusun oleh Panitia 13. Anggota panitia ini bukan hanya para ahli ekonomi, namun juga melibatkan para pimpinan partai politik, anggota Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR), pimpinan DPR, DPA. Panitia ini menghasilkan konsep yang kemudian disebut Deklarasi Ekonomi (Dekon) sebagai strategi dasar ekonomi Indonesia dalam rangka pelaksanaan Ekonomi Terpimpin. Dekon disampaikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 28 Maret 1963. Strategi Ekonomi Terpimpin dalam Dekon  terdiri dari beberapa tahap; Tahapan pertama,  harus menciptakan suasana ekonomi yang bersifat nasional demokratis yang bersih  dari sisa-sisa imperialisme dan kolonialisme. Tahapan ini merupakan persiapan menuju tahapan kedua yaitu tahap ekonomi sosialis. Beberapa peraturannya merupakan upaya mewujudkan stabilitas ekonomi nasional dengan menarik modal luar negeri serta merasionalkan ongkos produksi dan menghentikan subsidi.


Pada tanggal 26 Mei 1963, pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan yang berjumlah 14 kemudian terkenal dengan Peraturan 26 Mei, yang isinya antara lain:


Peraturan Presiden No.1 tahun 1963 tentang pelaksanaan Deklarasi Ekonomi di bidang ekspor

Peraturan Presiden No. 6 tahun 1963 tentang pelaksanaan Deklarasi Ekonomi di bidang impor

Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1963 tentang kebijakan dalam bidang harga

Peraturan Presiden No. 7 tahun 1963 tentang aktivitas perusahaan dagang negara dalam rangka pelaksanaan Deklarasi Ekonomi

Peraturan pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 1963 tentang perubahanUndang-undang No. 4 Prp tahun 1959 dan pencabutan Undang-undang no. 32 Prp tahun 1960 dan Undang-undang No. 34 Prp tahun 1960

Intrusi presiden RO No. 2 Tahun 1963 tentang koordinasi garis kebijaksanaan dalam pelaksanaan Deklarasi Ekonomi dan sebagainya.

Namun pada penarapannya Dekon tidak bisa mengatasi kesulitan ekonomi.


[1] Etatisme adalah suatu paham dalam pemikiran politik yang menjadikan negara sebagai pusat segala kekuasaan. Negara adalah sumbu yang menggerakkan seluruh elemen politik dalam jalinan rasional yang dikontrol secara ketat dengan menggunakan instrument kekuasaan.


[2] Politik mercesuar yaitu Indonesia harus sebagai pemimpin pertama dari negara-negara NEFO. Indonesia diibaratkan sebagai mercusuar bagi negara lain, Indonesia sebagai penunjuk jalan, Indonesia akan menyinari negara-negara yang tergabung dalam NEFO. Tujuannya adalah agar Jakarta (Indonesia) mendapatkan perhatian dari negara luar. Politik Mercesuar ini dilakukan dengan membangun berbagai proyek raksasa yang megah misalnya pembangunan Monumen Nasional (Monas), Gedung Conefo yang sekarang menjadi gedung DPR, MPR dan DPD, pertokoan Sarinah, Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Bendungan Jatiluhur, Masjid Istiqlal, Jembatan Semanggi, Patung Selamat datang


[3] Senaring adalah pemotongan daya beli masyarakat melalu cara pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang sehingga daya beli masyarakat menurun.  Pada awal kemerdekaan, Indonesia pernah melakukan senaring yakni pada tanggal 30 Maret 1950. Kebijakan yang dibuat oleh Menkeu Syafrudin Prawiranegara ini kemudian terkenal dengan nama Gunting Syafrudin yang isinya menggunting uang kertas bernilai Rp. 5,oo ke atas sehingga nilainya berkurang setengahnya.


Konsep Djuanda



   Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin selanjutnya ialah melaksanakan konsep djuanda. Pemerintah mulai memikirkan rakyat dengan melakukan usaha pembebasan Irian Barat dan penyelesaian kasus DI Jawa Barat dengan cara rehabilitasi ekonomi. Pemikiran tersebut mulai direalisasikan setelah keamanan nasional mulai membaik dan pulih kembali. Sebelumnya konsep ini diberi nama konsep rehabilitasi ekonomi yang diketuai oleh Menteri Pertama Ir Djuanda. Untuk hasil dari konsep tersebut diberi nama Konsep Djuanda. Sebelum terbitnya konsep ini terdapat beberapa kritikan tajam dari PKI sehingga membuat konsep tersebut mati. PKI menganggap konsep Djuanda terdapat kaitannya dengan pelibatan negara Amerika Serikat, Yugoslavia, dan negara revisionis.


Kenaikan Laju Inflasi



   Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin yang terakhir ialah melaksanakan kenaikan laju inflasi. Pendapatan negara yang tidak memadai disertai anggaran belanja negara yang meningkat membuat kondisi ekonomi menjadi lebih buruk. Namun Presiden Soekarno tetap berpendiri pada penghimpunan dana revolusi meskipun devisa memiliki cadangan yang menipis. Dana yang diterapkan oleh presiden berguna untuk biaya proyek mercusuar atau prestise politik dengan melakukan pengorbanan terhadap ekonomi dalam negeri. Peningkatan laju inflasi di dasari oleh :


Pemerosotan nilai mata uang rupiah.

Masalah masalah negara tidak dapat diatasi dengan pinjaman dari luar negeri.

Pemerosotan penghasilan devisa negara dan penghasilan lainnya.

Anggaran belanja negara semakin mengalami defisit besar.

Tidak terdapat pengaruh manajemen perusahaan serta penertiban administrasi untuk menyeimbangkan keuangan.

Gagalnya upaya menyalurkan kredit baru dalam menyejahterakan rakyat.

Tidak adanya keberhasilan dalam melakukan usaha likuidasi dalam pihak swasta dan pemerintahan sebagai usaha mengawasi dan menghemat anggaran belanja. 

Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin bahkan mengalami kegagalan akibat pemerintah melakukan pelaksanaan proyek mercusuar sehingga setiap tahun membutuhkan biaya yang cukup besar. Tidak hanya itu saja, pemerintah juga tidak memiliki kemampuan politik dalam menekan pengeluaran yang terjadi. Dengan begitu akan mengakibatkan dampak harga tinggi hampir mencapai 200 hingga 300% pada tahun 1965, masyarakat mengalami kehidupan yang terjepit, lemahnya devisa yang berakibat pada pembatasan impor dan kegiatan ekspor, laju inflasi tinggi, dan semakin habisnya cadangan emas serta devisa negara. 




Nama Kelompok :


Akhmad Alfin N       (02)


Alfandi Akbar F        (03)


M Alwi Zanwar        (16)


M Ramdhan Eka F   (17)


Nauval Helmi             (19)

Senin, 16 April 2018

Proklamasi Kemerdekaan : Kesempatan dalam Kesempitan Kekalahan Nippon di pasifik

    Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 Lengkap - Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan tanggal istimewa bagi rakyat Indonesia, karena pada tanggal tersebut Republik Indonesia mulai berdiri, Republik Indonesia mulai dikumandangkan kemerdekaannya oleh sang proklamator Soekarno dan M Hatta. Sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, banyak peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa terbesar dalam sejarah Indonesia tersebut. Bagi Anda yang belum tahu tentang sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, berikut ini ulasan selengkapnya.
Latar Belakang
     Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima, Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau Dokuritsu Junbi Cosakai, berganti nama menjadi PPKI ( Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
    Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km disebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus. Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.
    Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan.Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok
    Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana--yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dinihari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apapun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs.Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
     Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militerJepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshiguna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshiyang setengah mabuk duduk dikursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti. Bung Hatta, Subardjo, B. M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih di dengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor(Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan kekediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarangJl. Proklamasi no. 1).
Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
    Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis diruang makan di laksamana Tadashi Maeda jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti.
Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Isi Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia. 
Soekarno/Hatta 
     Acara dimulai pada pukul 10:00 WIB dengan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan indonesia oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih ( Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45.
   Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan M. Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan Wakil Presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

 sumber: http://disdik-kepri.com/index.php/94-makalah-artikel/316-sejarah-singkat-kemerdekaan-indonesia

Senin, 06 November 2017

assalamualaikum wr.wb

pada artikel kali ini kami akan mengulas tentang perang-perang yang terjadi selama masa penjajahan kolonial

selamat menyaksikan,berikut:

NO
NAMA PERANG
LOKASI
TOKOH-TOKOH
PENYEBAB
UPAYA
DAMPAK
1
Perang Tondano
Sulawesi utara
Romakian,Dotu gerungan,Dotu wengkang
Dicabutnya perjanjian verbound  10 januari 1649,VOC memaksakan orang-orang menjual beras dengan murah ke VOC akhirnya orang-orang minahasa menolak dan memerangi orang-orang minahasa
Orang minahasa memindahkan tempat tinggalnya didanau tondano dengan rumah-rumah apung,melakukan perlawanan dari rumah untuk memerangi pasukan yang dibenuk oleh prediger
VOC  telah berhasil menguasai wilayah ternate karena  VOC  berhasil menang diperang ternate,pedagang makasar yang bebas berdagang mulai tersingkir oleh VOC
2
Patimura angkat senjata
maluku
Thomas matulesy,christina martha tianahu,thomas pattiwail,lucas latumahina,mayor beetjes,said parinta
Penindasan bangsa belanda terhadap penduduk maluku,ketidak puasaan rakyat terhadap gubernur maluku,aturan monopoli dagang yang keras,pengawasan terhadap keamanan yang terlalu ketat
Menghancurkan kapal-kapal belanda dipelabuhan,mengepung benteng duurstede
Patimura dan menghukum mati dengan cara dihukum gantung dialun-alun kota ambon,selain itu berhasil menahan christina dan membuatnya kejawa sebagai pekerja rodi namun ia sakit dan meninggal
3
Perang padri
Sumatra barat(minangkabau)
Tuanku imam bonjol,tuanku nan renceh,tuanku pasaman,tuanku rao,tuanku lintau
Bermula adanya pertentangan antara kaum padri dengan kaum adat telah menjdai pintu masuk bagi campur tangan belanda
Imam bonjol dikuasai belanda,imam bonjol ditipu dan ditangkap,benteng dalu-dalu jatuh pada 28-12-1838,wilayah padangse berada dibawah pengawasan pemerintahan hindia belanda
Putranya gugur dalam pertempuran,berhasil mengusir belanda dari sungai puar
4
Perang diponegoror
jawa
Pangeran diponergoro
Intervensi dan campur tangan belanda dalam urusan pemerintah dikeraton
Menyusun strategi dan mengumpulkan pasukan ke gowa selarong,memperluas perang keberbagai daerah
Taktik benteng steesel yang membunuh banyak anggota
5
Perlawanan di bali
bali
Igusti ketut jelantik
Pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh raja buleleng
Penyerangan terhadap kaum belanda yang dipimipin igusti ketut jelantik
Jagaraga diserang pasukan belanda,igusti ketut jelantik,raja buleleng,jero jempring terbunuh
6
Perang banjar
aceh
Pangeran hidayatullah,pangeran antasari
Tekanan dari pihak memperburuk kesultanan serta intervensi
Pangeran antasari bergabung dengan aling-aling untuk menurunkan tamjidillah,pembakaran tambang batu bara dan pemukiman belanda di pengaron
Peningkatan pasukan belanda,banyak benteng-benteng yang di duduki belanda
7
Aceh berjihad
aceh
Teuku imeum,leung bata,tengkucik ditiro
Ambisi orang-orang belanda untuk menguasai aceh
Menaruh sepionase di belanda,pembunuhan terhadap kohler
Melipatgandakan kekuatan belanda,masjid baiturahman jatuh ke belanda

Perang sabil
aceh
Cut nyak dien,teuku uman
Ambisi belanda untuk menguasai aceh
Dukungan dana dari sultan muhammad daud syah,perlawanan yang dilakukan diberbagai daerah yang membuat belanda kewalahan peristiwa het veraa dvan teukue oemar yang membuat belanda kehilangan banyak harta
Belanda memperkuat pasukan dan menggempur berbagai pertahanan dan benteng
8
Perang batak
Padang(sumbar)
Sisingamangaraja XII
Perluasan wilayah yang dilakukan belanda yang mengusir raja batak sisingamangaraja,keinginan belanda menguasai batak
Kampanye pengusiran zending dan penolakan kristenisasi,membuat pertahanan dipak-pak dan pairi
Sisingamangaraja XII tertembak bersama putrinya,lopian dan 2 orang puteranya yabg mengakhiri perang batak